Langkat – Semangat kolaborasi menjadi motor penggerak pelaksanaan Pelatihan Pariwisata Hijau (Green Tourism) bagi pelaku UMKM desa wisata yang digelar di Desa Timbang Jaya, Kabupaten Langkat, pada 19–23 Agustus 2025. Kegiatan ini merupakan sinergi antara Kementerian Pariwisata, International Labour Organization (ILO), Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Utara, dan Sustainable Tourism Initiative (STRIVE), dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Langkat.
Pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas pelaku UMKM agar mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip pariwisata hijau ke dalam pengelolaan usaha. Fokus utama pelatihan mencakup keberlanjutan lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pelestarian budaya lokal, sekaligus membekali peserta dengan literasi keuangan agar bisnis dapat berkembang secara sehat dan tangguh.
Bupati Langkat, H. Syah Afandin, yang membuka acara, menegaskan pentingnya memanfaatkan peluang ini untuk mengangkat potensi pariwisata daerah.

“Langkat memiliki potensi pariwisata yang besar, terutama Taman Nasional Gunung Leuser yang menjadi salah satu paru-paru dunia. Pelatihan ini harus ditopang dengan dukungan pemasaran agar UMKM kita mampu bersaing. Pelaku UMKM juga perlu punya semangat agar kita bisa sejajar dengan yang lain. Ini peluang besar untuk menjadikan UMKM kita lebih profesional dan berdaya saing,” ujar Afandin.
Selama lima hari, sebanyak 25 peserta dari Desa Timbang Jaya, Desa Timbang Lawan, dan Desa Perkebunan Bukit Lawang mengikuti materi pelatihan, mulai dari mindset kewirausahaan berkelanjutan, konsep green business, pemetaan usaha, strategi pemasaran, manajemen produksi, pembukuan, hingga pemanfaatan teknologi keuangan digital melalui aplikasi SIAPIK (Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan).
Dina Novita Sari, National Programme Officer ILO Indonesia, menyampaikan bahwa pendekatan 3P (people, planet, profit) dalam pariwisata hijau mampu menciptakan peluang usaha berkelanjutan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
“Kami mendorong kolaborasi multipihak untuk melanjutkan dan mereplikasi praktik baik Green Tourism MSMEs Certification di berbagai wilayah di Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan itu, Ika Kusuma Permana Sari, Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kementerian Pariwisata, menegaskan bahwa pariwisata hijau adalah kebutuhan, bukan sekadar tren.
“Dengan pengelolaan bisnis yang ramah lingkungan dan keuangan yang tertata, UMKM desa wisata akan mampu bersaing dan memberi manfaat bagi lingkungan sekitar,” katanya.
Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumut, Rudy Brando Hutabarat, menilai literasi keuangan sebagai faktor penting untuk keberlanjutan usaha.
“Langkat punya potensi besar sebagai destinasi ekowisata. Untuk mempertahankannya, inovasi pariwisata berkelanjutan harus dilakukan. BI siap mendukung penguatan kapasitas UMKM, digitalisasi, dan kolaborasi multipihak sebagai bagian dari upaya pemerataan ekonomi sesuai Program Asta Cita,” tegasnya.
Tak berhenti pada pelatihan, program ini juga menghadirkan pendampingan pasca pelatihan selama satu bulan untuk memastikan penerapan prinsip pariwisata hijau dalam bisnis peserta. Model kolaborasi ini diharapkan dapat direplikasi di desa wisata lain guna memperkuat ekosistem pariwisata lokal, mendukung SDGs, dan menjaga Langkat sebagai “paru-paru dunia”.(TP)