Home / Opini / Harta Kekayaan Kepala Bapenda Langkat Capai Rp 1,08 Miliar, Publik Pertanyakan Isu Buram di Lingkup Bapenda

Harta Kekayaan Kepala Bapenda Langkat Capai Rp 1,08 Miliar, Publik Pertanyakan Isu Buram di Lingkup Bapenda

Langkat – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2024 milik Dra. Muliani S, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Langkat, resmi dipublikasikan melalui laman resmi Pemkab Langkat, www.langkatkab.go.id.

Dalam laporan tersebut, total harta kekayaan yang dilaporkan Muliani mencapai Rp 1.087.200.000 setelah dikurangi kewajiban atau utang sebesar Rp 150 juta.

Rincian Harta Kekayaan

  • Tanah dan Bangunan: 372 m²/150 m² di Kabupaten Langkat, senilai Rp 400 juta.
  • Alat Transportasi dan Mesin: Honda Brio 2017 Rp 120 juta, Honda Scoopy 2012 Rp 5 juta, dan Toyota Kijang Innova 2021 Rp 417,2 juta. Total Rp 542,2 juta.
  • Harta Bergerak Lainnya: Rp 44 juta.
  • Kas dan Setara Kas: Rp 251 juta.

Dengan demikian, total harta sebelum dikurangi kewajiban mencapai Rp 1,237 miliar. Setelah dikurangi utang Rp 150 juta, harta bersih Muliani tercatat Rp 1,087 miliar.

Transparansi vs Isu Buram di Bapenda

Publikasi LHKPN adalah bentuk transparansi pejabat publik untuk mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Sebagai Kepala Bapenda, Dra. Muliani memiliki peran penting dalam mengelola sumber pendapatan daerah, yang notabene menyangkut hajat hidup masyarakat Langkat.

Namun, belakangan ini Bapenda Langkat justru kerap disorot dengan berita-berita tak sedap. Dugaan praktik pengutipan liar hingga pungutan dalam proses administrasi disebut-sebut masih terjadi di lingkup instansi ini.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat: apakah transparansi harta kekayaan benar-benar mencerminkan bersihnya tata kelola Bapenda, atau sekadar formalitas belaka?

Desakan Publik

Sejumlah kalangan menilai, laporan LHKPN harus menjadi pintu masuk untuk mengaudit lebih dalam integritas pejabat daerah. Apalagi, Bapenda adalah salah satu instansi dengan potensi rawan penyimpangan karena langsung bersinggungan dengan sumber penerimaan daerah.

“Kalau benar ada pungutan liar di Bapenda, maka transparansi harta pejabatnya tak ada artinya. Publik butuh bukti nyata, bukan sekadar laporan di atas kertas,” ujar rahmat aktivis muda Langkat.(TP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *