Home / Berita / Nasional / Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Kebun Sawit Langkat, Diduga Akibat Infeksi Luka

Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Kebun Sawit Langkat, Diduga Akibat Infeksi Luka

Langkat, Sumatera Utara – Seekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) ditemukan mati dalam kondisi membusuk di sebuah perkebunan sawit di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Lokasi penemuan berada di titik koordinat 4.037278, 98.072722, tepat di perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Resort Sei Betung, Desa Bukit Selamat.

Kepala Balai Besar TNGL, Subhan, mengungkapkan bahwa penemuan bangkai gajah tersebut bermula dari laporan seorang karyawan PT Putri Hijau. Pada 5 April lalu, tim gabungan dari BBTNGL, BBKSDA Sumut, Yayasan Sumatera Hijau Lestari (YSHL), dokter hewan, Sumatera Rescue Alliance (SRA), Polsek Besitang, dan perwakilan RPL turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan dan penanganan.

sumber : https://www.mongabay.co.id/

Dari hasil pemeriksaan awal, gajah jantan berusia sekitar 10 tahun dengan berat diperkirakan mencapai 1–2 ton itu telah mati lebih dari empat hari. Bagian wajahnya terlihat terkelupas dan hilang, diduga akibat proses pembusukan. Tim medis menemukan luka pada tubuh gajah, namun penyebab kematian belum dapat dipastikan hingga hasil laboratorium keluar.

“Penyebab kematian masih menunggu hasil laboratorium yang akan keluar dalam 30 hari setelah sampel diterima,” jelas Subhan, Senin (7/4/2025).

Amenson Girsang, Kepala Bidang KSDA Wilayah I BBKSDA Sumut, menyebut ada dugaan kematian akibat infeksi luka, namun kemungkinan keracunan juga masih terbuka. Sampel jaringan dan isi perut gajah telah dikirim untuk uji toksikologi. “Keputusan langkah hukum atau non-litigasi akan diambil setelah hasil uji laboratorium keluar,” ujarnya.

Sementara itu, Daulat Siregar, Manajer Kebun Ryn B-Besitang dari RPL, menyatakan bahwa bangkai gajah tidak ditemukan di area konsesi mereka, melainkan di kebun sawit milik warga sekitar. Meski demikian, mereka membantu proses nekropsi, pengambilan sampel, serta penguburan bangkai atas permintaan pihak berwenang. Namun pernyataan ini bertentangan dengan informasi lapangan yang menyebut lokasi penemuan berada dalam konsesi perusahaan.

Luka menganga pada kaki kanan depan anak gajah liar ini karena terkena jerat pemburu. FOto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia.

Kematian Bukan Kasus Pertama

Kematian gajah di kawasan perkebunan sawit yang berdekatan dengan TNGL bukanlah yang pertama. Pada tahun 2017, seekor gajah ditemukan mati di konsesi PT Perkebunan Inti Sawit Subur, hanya sekitar 1,5 km dari batas TNGL. Setahun sebelumnya, dua gajah terluka akibat jerat pemburu di lokasi yang sama. Salah satu gajah hampir kehilangan kakinya akibat kawat baja, namun berhasil diselamatkan dan dilepasliarkan kembali.

Perlu Regulasi yang Lebih Kuat

Bobby Nopandry, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Stabat BBKSDA Sumut, menekankan perlunya regulasi yang lebih kuat untuk melindungi satwa liar di luar kawasan konservasi, terutama di area perkebunan sawit. Saat ini, perlindungan masih mengandalkan standar sukarela dari asosiasi seperti ISPO dan RSPO.

“Karena belum bersifat wajib, kita kesulitan memiliki data serta tim mitigasi yang memadai,” ujar Bobby.

Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, menyatakan bahwa wilayah kematian gajah kemungkinan besar merupakan jalur jelajah satwa tersebut. Ia menekankan pentingnya perusahaan sawit memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara seimbang untuk mencapai konsep sawit berkelanjutan.

“Jika salah satu aspek diabaikan, maka tidak bisa disebut sawit berkelanjutan,” katanya.

Ilustrasi. Gajah Sumatera liar yang mati diduga kena racun di perkebunan sawit PT PISS. Jaraknya tidak sampai satu kilometer dari TNGL di Langkat, Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia.

Ia juga mendorong peninjauan ulang dokumen perizinan perusahaan sawit di wilayah perlintasan gajah. Perusahaan bisa berkontribusi dengan menyediakan sebagian wilayah sebagai zona konservasi atau koridor satwa.Mitigasi Konflik Manusia dan SatwaAmenson Girsang menambahkan, keberadaan populasi gajah tersisa di koridor Aceh-Sumut harus dijaga melalui kolaborasi multipihak, termasuk perusahaan dan masyarakat sekitar.

Ia mendorong pembentukan tim mitigasi konflik satwa liar oleh perusahaan-perusahaan di sekitar TNGL.“Dengan adanya tim seperti itu, kejadian konflik dapat lebih cepat terpantau dan ditangani,” pungkasnya.Kalau kamu butuh versi lebih singkat, dalam format berita Instagram atau berita TV, aku juga bisa bantu buatkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *