Langkat – Aroma dugaan korupsi kembali menyeruak dari tubuh Pemerintah Kabupaten Langkat. Kali ini, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memanggil tiga pejabat penting terkait dugaan penggelapan pajak air bawah tanah (ABT), salah satunya diduga kuat mengarah ke Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Langkat, Mulyani.
Meski situasi mulai memanas dan sorotan publik terus menguat, Mulyani memilih bungkam. Saat dikonfirmasi oleh media Info Warga Langkat melalui pesan WhatsApp ke nomor +62 812-6513-XXX,16 Mei 2025 pada pukul 09:37 Wib,tidak ada tanggapan sedikit pun hingga berita ini diterbitkan. Sikap diam ini justru semakin memicu kecurigaan publik: ada apa yang sedang disembunyikan?
Pemanggilan ini merupakan tindak lanjut dari laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LIN-HAMAS, yang menyebutkan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor ABT di Langkat sangat tidak masuk akal hanya sekitar Rp2 miliar per tahun. Angka itu dinilai janggal mengingat potensi sektor ini sangat besar, terutama dari perusahaan-perusahaan besar yang memanfaatkan air bawah tanah dalam jumlah besar.
Ketika masyarakat mulai bangkit menuntut transparansi, pejabat seperti Kepala Bapenda justru memilih diam. Bukankah pejabat publik seharusnya memberi klarifikasi dan menjunjung keterbukaan? Sikap bungkam Mulyani dalam kasus ini hanya akan memperkuat persepsi publik bahwa ada ‘permainan’ di balik rendahnya pemasukan dari sektor pajak ABT.
Kini bola panas ada di tangan Kejatisu. Masyarakat berharap kasus ini tidak berhenti di pemanggilan, tapi berlanjut ke proses hukum yang tegas dan terbuka. Sebab, penggelapan sumber daya publik bukan sekadar pelanggaran administratif ini adalah kejahatan serius terhadap masa depan Langkat.(TP)