Home / Hukum / Tanah Bengkok Dipersoalkan, DPRD Langkat Desak Kejelasan Status Aset Desa

Tanah Bengkok Dipersoalkan, DPRD Langkat Desak Kejelasan Status Aset Desa

LANGKAT – DPRD Langkat menggelar rapat dengar pendapat terkait konflik lahan tanah Bengkok di Desa Sei Tualang, Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat, antara masyarakat Desa Sei Tualang dan PT Sri Timur yang masih berproses di pengadilan.

Dalam RDP itu turut hadir pihak pemerintahan kabupaten Langkat, Asisten I Sekdakab Langkat H Mulyono MSi, Kasi PPS BPN Langkat Gosrin, Gerakan Rakyat Untuk Transparansi (GARANSI) Sumut Meidi Kembaren sebagai perwakilan masyarakat desa Sei Tualang, Bagian Tapem Sekdakab Langkat Rahmadani dan Kepala Desa Sei Tualang Syamsul Bahri.

Mewakili warga Desa Sei Tualang, Garansi meminta kepada DPRD Langkat agar konflik lahan dapat diselesaikan secara mediasi dan perdamaian, agar pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik.

“Konflik lahan yang terjadi oleh kepala desa yang hanya menjalankan program ketahanan pangan. Jika ada berisinggungan dengan PTPT Sri Timur, kami memita kepada DPRD Langkat untuk mengupayakan perdamaian.” pinta Meidi Kembaren dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar oleh Komisi A DPRD Langkat, Rabu (28/5/2025) sekira pukul 10.00 WIB.

RDP yang dipimpin ketua Komisi, Indra Bakti Surbakti SE. Dr Dony Setha selaku Sekretaris Komisi A meminta kepada pihak Pemkab Langkat untuk menjelaskan persoalan lahan yang dikabarkan ada dilakukan pembayaran oleh pemkab Langkat untuk menjadi aset desa.

“Kami minta kepada pemerintah Kabupaten Langkat untuk menjelaskan, dan kami tidak ingin mendengar ada isu terkait ini. Maka kami ingin tau jelas masalah ini,” ucap Dony, sembari mengatakan akan menggelar RDP kembali dengan PT Sri Timur, pukul 14.00 WIB.

Menjawab pertayaan itu, Asisten ll Pemkab Langkat Mulyono menyampaikan kronologis terkait permasalahan lahan yang saat itu diketahui pada Agustus 2024. Ia menuturkan saat itu pihak PT Sri Timur datang kepada kami meminta difasilitasi untuk pertemuan dengam kepala desa.

Selanjutnya, kami gelar pertemuan dengan komitmen ketika tercapai kesepakatan kasus akan kami dicabut. Berdasarkan itu kami membuat surat pertemuan pada Rabu, 7 Agustus 2024 yang di tandatangi oleh Sekda.

Di hasil pertemuan itu, Mulyono menuturkan jika saat itu kepala desa meyakini apa yang dilakukan itu benar. Kemudian dalam pertemuan itu juga mereka sepakat masalah ini dibawah ke ranah hukum.

Diterangkan Asisten ll kembali, saat rapat terdahulu jika lahan tersebut adanya ganti rugi oleh Pemerintah Kabupaten Langkat, cuma belum diketahui adanya proses hibah.

“Kita sudah melakukan mediasi. dan kepala desa tidak meminta maaf. Dalam rapat itu meraka sepakat masalah ini dibawah ke ranah hukum,” tuturnya.

Asisten ll di Pemkab Langkat itu juga turut mejelaskan terkait esensi persoalan lahan tanah tersebut. Menurutnya dari stetmen yang disampaikan Kepala BPN Langkat saat itu, Pak Alwi menyatakan lahan diluar HGU.

“Stetmen Kepala BPN Langkat saat itu, Pak Alwi menyebutkan jika bahwa lahan dimaksud oleh kepala desa diluar HGU PT Sri Timur, dan itu bisa dipertanggungjawabkannya. Tapi itu tidak bisa dibuka secara umum, kecuali di depan pengadilan dan didepan pihak penyidik kepolisian. Dapat dipastikan tanah itu diluar HGU PT Sri Timur,” sebut Mulyono dalam RDP.

Senada hal itu, perawakilan Kasi PPS di BPN Langkat, Gosrin menjelaskan, adanya beberapa laporan terkait PT Sri Timur yang kami terima, yang pertama terhadap tanah seluas 142 Ha, selanjutnya terkait tanah yang saat ini sedang dibahas.

Ia menjelaskan adanya laporan dari kepala desa ke Kanwil, berdasarkan yang sampai kepada kami, kami melakukan pengumpulan data terhadap persengketaan antara masyarakat dengan PT Sri Timur.

Menurutnya tanah yang diperdebatkan ada hak milik dengan nomor 76 Desa Sei Tualang, dan menurut data yang ada sama kami lahan itu terdapftar atasa nama pribadi yaitu, Juliani, dan bukan atas nama Pemkab atau atas desa.

Sambunganya, dengan bergulirnya laporan ini kami juga dipanggil oleh pihak kepolisian untuk dimintai pemgambilan titik koordinat di dua titik, didalam HGU dan terhadap hak milik tadi.

“Dari hasil yang diambil titik kordinat itu kemudian di overly, tanah HGU dan hak milik Nomor 76 tidak ada tumpang tindih. Jangankan tumpang tindih, bersentuhan pun tidak dari hasil overly tadi,” ujar Gosrin.

Di akhir rapat dengar pendapat yang belum menemui titik terang tersebut, Dony Setha Sekretaris Komisi A menjadwalkan akan melakukan peninjauan bersama BPN Langkat dan pihak Pemkab Langkat untuk meninjau ke lokasi.

“Kita akan menjadwalkan dan melakukan penijauan ke lapangan bersama. Jika objeknya sama kami juga akan meminta ini untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, agar masyarakat paham mana yang benar dan yang salah,” pungkas Dony.(TP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *